Selasa, 20 Desember 2011

KERANGKA VALUASI KOMUNITAS LAMUN

1.      Kerangka valuasi komunitas lamun
 
·         Direct use :
ü  Organisme yan ada dapat dimanfaatkan, contohnya ikan, bulubabi, teripang, gastropoda,bivavlvia,dll

·         Indirect use :
ü  Penahan abrasi
ü  Penyerap CO2
ü  Tempat pembesaran bagi organisme laut
ü  Penghasil O2
ü  Habitat bagi organisme laut


·         Option use :
ü  Keanekaragaman hayati

·         Bequest use :
ü  Preservasi dan konservasi

1.      Yang memberikan kontribusi paling tinggi adalah nilai penggunaan langsung. Yakni mengenai organisme yang hidup pada komunitas lamun tersebut dapat dimanfaatkan dan dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Makin besar luasan padang lamun, maka makin anyak organisme yang hidup pada daerah tersebut, maka nilai kegunaan langsung pun akan bertambah.
Yang memberikan kontribusi paling tinggi juga adalah sebagai tempat pembesaran bagi berbagai jenis organisme laut. Hal ini berkaitan dengan salah satu fungsi ekologis komunitas lamun, yakni sebagai tempat pembesaran organisme. Jika tempat itu terjaga kondisi alaminya, maa hal ini pun akan menguntungkan tidak hanya organisme itu sendiri, melainkan juga kita manusia.

1.      Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologis maupun aspek ekonomis. Kita tidak harus mengeksploitasi secara besar-besaran sumberdaya yang ada, agar keberlangsungan organisme tersebut tetap terjaga

KONSEP KETERPADUAN WILAYAH/EKOLOGIS


BAB I
PENGANTAR


Dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity dalam hal keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk berbagai opsi pembangunan. Namun demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan lain-lain), maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut itu semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya.
Maka dari itu, untuk mengurangi ancaman tersebut, dibutuhkan suatu konsep pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.  Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Oleh karena tujuan ICZM adalah mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara berkelanjutan maka keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : (A) KETERPADUAN WILAYAH/EKOLOGIS; (B) KETERPADUAN SEKTOR; (C) KETERPADUAN DISIPLIN ILMU.
BAB II
PEMBAHASAN


KETERPADUAN WILAYAH/EKOLOGIS
Konsep keterpaduan wilayah/ekologis dalam pengelolaan wilayah pesisir harus berisikan upaya mengintegrasikan empat komponen penting yang merupakan satu kesatuan meliputi :
a) Batasan wilayah perencanaan : natural domain (bukan batasan administratif)
b) Kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan di hulunya
c) Pendekatan Keterpaduan meliputi integrasi ekosistem darat-maritim, integrasi perencanaan sektoral (horisontal), integrasi perencanaan vertikal dan integrasi sains dengan manajemen
d) Alokasi ruang proporsional, dimana 30% dari wilayah perencanaan merupakan lahan alami.

Dalam tatanan ekologi, DAS merupakan daerah yang menghubungkan antara hulu, hilir dan kawasan pesisir, dimana aktivitas manusia di daerah hulu dan hilir mempengaruhi kondisi di kawasan pesisir, baik akibat pencemaran maupun sedimentasi akibat erosi pada DAS. Karena keterkaitan inilah, maka pengelolaan suatu kawasan pesisir harus diintegrasikan dengan pengelolaan DAS.
Dengan demikian konsep pendekatan ecoregion suatu wilayah/ekologi harus berintikan empat komponen penting yang merupakan suatu kesatuan (bukan urutan prioritas), yaitu:
1.      Batasan Wilayah Perencanaan : natural domain
Batasan perencanaan berdasarkan pada kesamaan karakteristik fenomena alami (natural domain) – dalam makalah ini : DAS – dan bukan pada batasan administratif.

2.      Kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan di hilir/hulunya
Kawasan pesisir selalu menerima dampak baik dari kegiatan di kawasan hilir/hulu maupun di kawasan pesisir sendiri, disamping mempunyai fungsi ekologis tersendiri yang penting dan perlu dijaga kelestarian fungsi-fungsinya. Untuk itu, bagi suatu pendekatan ekoregion Suatu DAS yang terpadu, pertimbangan terhadap keterkaitan fungsional antar kawasan (hulu dan hilir) dan keunikan karakteristik kawasan pesisir dikaitkan dengan fungsi ekologisnya merupakan aspek penting untuk tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, dalam suatu Pendekatan Ecoregion Suatu DAS, kawasan pesisir harus menjadi dasar dalam pengelolaan kawasan hilir/hulunya.

3.      Keterpaduan
Dalam konsep pendekatan ecoregion suatu das harus memperhitungkan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
- Keterpaduan ekosistem darat dengan laut (land-ocean interaction)
- Keterpaduan pengelolaan secara horisontal (antar sektor-sektor pembangunan)
- Keterpaduan pengelolaan secara vertikal (lokal, regional, nasional)
- Keterpaduan stakeholder, pengelolaan menjadi tanggung jawab pemerintah, swasta maupun masyarakat.
- Keterpaduan sains dan manajemen (perhitungan dan pertimbangan-pertimbangan akademis sebagai input kebijakan)

4.      Alokasi ruang yang proporsional
Dihubungkan dengan fungsi kapasitas asimilasi lingkungan dan Daya Dukung Lingkungan. Pada Konsep Pendekatan Ecoregion Suatu DAS harus memperhitungkan secara cermat fungsi kapasitas asimilasi dan daya dukung lingkungan melalui keserasian pola pemanfaatan ruang antara a) kawasan budidaya, b) kawasan penyangga, dan c) kawasan lindung. Kawasan lindung merupakan wilayah preservasi yang harus dialokasikan dalam suatu wilayah perencanaan minimal mencapai 30 % berupa lahan alami atau hutan (dapat berupa hutan lindung, hutan produksi atau hutan wisata) untuk tercapainya keseimbangan antara wilayah terbangun dengan wilayah alami. Sehingga alokasi ruang dalam kegiatan penataan ruang tidak hanya menata berbagai kegiatan pembangunan secara spasial yang dikaitkan dengan kesesuaian lahan saja, tapi juga memperhitungkan dan mempertimbangkan dampak yang terjadi akibat pembangunan terhadap lingkungan agar dampak negatif dapat dihindari dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Konsep keterpaduan wilayah/ekologis dalam pengelolaan wilayah pesisir harus berisikan upaya mengintegrasikan empat komponen penting yang merupakan satu kesatuan meliputi :
1. Batasan wilayah perencanaan : natural domain (bukan batasan administratif)
2. Kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan di hulunya
3. Pendekatan Keterpaduan meliputi integrasi ekosistem darat-maritim, integrasi perencanaan sektoral (horisontal), integrasi perencanaan vertikal dan integrasi sains dengan manajemen
4. Alokasi ruang proporsional, dimana 30% dari wilayah perencanaan merupakan lahan alami.